KITAB AL-HIKAM IBNU ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI
KITAB AL-HIKAM IBNU ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI Read More »
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Ahmad
al-Kannani al-‘Asqalani, seorang Syaikhul Islâm dan Imâm al-Hafizh pada
zamannya. Nama panggilannya Abu al-Fadhl, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
Ibnu Hajar.
As-Sakhawi mengungkapkan, “Nama ini adalah julukan yang diambil dari salah seorang kakeknya.” Sedangkan menurut Ibnu ‘Imad, nama ini merujuk kepada keluarga Hajar (Âlu Hajar).
Ibnu Hajar dilahirkan di Mesir pada tahun 773 H. Ayahnya meninggal
dunia ketika beliau masih bocah, tepatnya pada bulan Rajab tahun 779 H, atau
saat Ibnu Hajar berusia enam tahun. Dalam hal ini, kita bisa menyimpulkan bahwa
beliau tumbuh sebagai seorang yatim.
Ibnu Hajar memulai masa remajanya dengan menghafal al-Quran, dan
dikatakan beliau memiliki hafalan yang sangat cepat. Karena itulah, pada usia
sembilan tahun beliau sudah bisa menghafal seluruh isi al-Quran di bawah
bimbingan Syekh Shadru ad-Din ashShafti.
Berkaitan dengan masalah ini al-Hâfizh as-Suyuthi menyatakan, “Pada
mulanya Ibnu Hajar fokus mendalami sastra dan syair (puisi). Namun, ketika
telah mencapai tujuannya dalam bidang ini, sejak tahun 794 H beliau mendalami
hadis.
Beliau juga banyak mendengar hadis dari berbagai sumber dan
mengembara sampai ke Irak. Di negeri tersebut, beliau berguru kepada Syekh al-Hâfizh
Abu al-Fadhl al-‘Iraqi. Tidak mengherankan jika Ibnu Hajar sangat unggul dalam
ilmu hadis, dan begitu menonjol dalam seluruh cabang keilmuan ini.”
Menginjak dewasa, Ibnu Hajar berguru kepada asy-Syams bin al-Qatthan, salah seorang penasihatnya dalam ilmu fikih dan bahasa Arab. Selain itu, beliau juga berguru ilmu fikih kepada al-Ibnasi, Balyaqni, dan Ibnu Mulqin.
Pengembaraan keilmuan Ibnu Hajar hingga ke negeri-negeri
yang termasuk wilayah Syam, Mesir, dan Hijaz. Terbukti, beliau pernah
mengembara ke Mekah, Damaskus, Yaman, Alexandria, dan ke Qush (Afganistan) pada
tahun 793 H, sampai ke daerah Sha’id di Mesir.
Selain itu, beliau juga mempelajari hadis dari ulama-ulama Haramain (Mekah dan Madinah), Baitul Maqdis (Palestina), Nablus (Palestina), Ramlah, dan Gaza.
Ibnu Hajar tercatat memiliki banyak guru yang menjadi
kepercayaannya untuk memecahkan berbagai permasalahan. Jumlah gurunya bahkan
tak tertandingi oleh siapa pun pada zamannya. Semua gurunya sangat menguasai
sekaligus paling menonjol dalam bidangnya masing-masing.
Di antaranya adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad at-Tanukhi
al-Ba’albaki (dalam baca al-Quran atau qirâ`at), az-Zain al-‘Iraqi (dalam
bidang ilmu hadis), al-Haitsami, al-Balqini, dan Majduddin al-Fairuz Abadi
(seorang ahli bahasa), dan al-‘Izz bin Jama’ah. Karena itulah Ibnu Hajar sangat
menguasai berbagai disiplin ilmu.
Beliau mengutip (hadis-hadis) Abu al-‘Abbas dari Ahmad bin Umar
al-Baghdadi, sementara hadis-hadis Abu Hurairah beliau kutip dari Abdurrahman
bin al-Hâfizh adz-Dzahabi dan Ibnu ‘Irfah al-Maliki. Sedangkan dari kalangan
wanita, beliau mengutip dari Maryam binti al-Adzra’i.
Tidak hanya itu, Ibnu Hajar juga telah mendokumentasikan daftar
guru-gurunya yang paling menonjol berikut biografi mereka dalam karyanya yang
berjudul al-Majma’ al-Mu`assas bi al-Mu’jam al-Mufahras.
Dalam kitab tersebut beliau menuliskan biografi guru-gurunya secara
alfabetis, dan membaginya menjadi dua bagian. Pertama, mereka yang pernah
mengajarinya ilmu hadis secara riwayat (riwâyah); dan kedua, mereka yang mengajarkan
hadis secara dirayah.
Di samping itu, Ibnu Hajar juga mengklasifikasikan guru-gurunya berdasarkan ketinggian derajat mereka menjadi lima kelompok. Dalam setiap biografi masing-masing guru, beliau menuliskan hadis apa saja yang pernah beliau dengar dari guru tersebut. Sehingga sistematika penyusunan kitab itu berdasarkan hadis-hadis yang beliau dengar dari mereka.
Di antara para murid yang pernah berguru kepada Ibnu Hajar adalah
Syaikhul Islâm Zakariya bin Muhammad al-Anshari, Syamsuddin Muhammad bin
Abdurrahman as-Sakhawi, Jamal Ibrahim al-Qalqasyandi, al-‘Izz bin Fahd,
al-Burhan al-Biqa’i, Syaraf Abdul Haqq as-Sinbathi, dan lain-lain.
Selain mengajar, Ibnu Hajar juga menjadi seorang mufti (pemberi
fatwa) dan pendikte hadis; memegang tampuk kepemimpinan dewan guru di berbagai
sekolah, seperti al-Hasaniyyah, al-Manshuriyyah, al-Baibarsiyyah, dan lain-lain.
Beliau juga menjadi pimpinan di lembaga pengadilan, mengarang
berbagai kitab yang sangat bermanfaat dan tak tertandingi dalam bidang ‘Ulûmul
Hadîts.
Lebih dari itu, beliau juga telah mendiktekan hadis yang beliau
hafal di lebih dari seribu majelis. Di negeri Sultan Bibars, beliau telah
mendiktekan hadis selama kurang lebih 20 tahun.
Pada masa pemerintahan Sultan al-Mua`ayyad (Mesir) beliau berkali-kali diminta menjadi hakim di negeri-negeri Syam, tetapi selalu menolak. Namun, pada akhirnya beliau menjadi hakim di Mesir pada masa pemerintahan Sultan al-Asyraf.
Di antara karakter keilmuan yang dianugerahkan Allah kepada Ibnu
Hajar adalah kemampuan membacanya yang sangat cepat.
Bahkan, beliau sanggup membaca kitab Shahîh al-Bukhârî hanya dalam
sepuluh kali duduk yang dilakukan setiap selesai shalat zuhur hingga shalat
asar. Sementara kitab Shahîh Muslim beliau baca dalam lima kali duduk selama
dua setengah hari.
Beliau juga sanggup membaca kitab al-Mu’jam ash-Shaghîr karya Imam Thabrani hanya dalam sekali waktu, yaitu antara shalat zuhur hingga shalat asar. Selama sekitar dua bulan lebih beliau bermukim di Damaskus, Suriah, dan sanggup membaca hampir 100 kitab sekaligus memberi catatan-catatan singkat terhadap kitab-kitab tersebut.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani adalah
ulama yang sangat produktif dalam menulis. Karya beliau tak kurang dari 270
kitab. Di antaranya adalah:
Dan masih banyak lagi karya-karya beliau lainnya yang sangat bermanfaat. Semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan Islam dan umat Islam.
Pada
akhir hayatnya, Ibnu Hajar rahimahullâh menderita sakit, tepatnya tahun 852 H.
Hingga akhirnya meninggal karena penyakit tersebut setelah shalat isya, di
penghujung malam Sabtu, tanggal 28 Zulhijjah 852 H.
Di
antara yang ikut serta mengangkat jenazahnya adalah Sang Sultan dan para
pengiringnya. Beliau dimakamkan di daerah Bani al-Kharubi, dekat pusara Imam
al-Laits bin Sa’d yang berada di depan Masjid ad-Dailami.
Semoga
Allah menganugerahkan rahmat yang luas serta pahala yang melimpah kepadanya
dari setiap ilmu beliau yang berguna bagi agama Islam dan umatnya.
Untuk
mengetahui biografi Ibnu Hajar secara lebih detail, Anda bisa merujuk pada
kitab-kitab berikut:
Demikianlah,
segala puji hanya bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amal saleh dapat
terlaksana.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahli Hadis Pengarang Kitab Fathul Bari Read More »
Pada hari Jumat pertengahan bulan Syawal tahun 545 H, Syekh Abdul Qadir Jailani berkhotbah di madrasahnya dengan mengutip salah satu hadis nabi yang artinya:
“Kosongkanlah diri kalian dari kecemasan duniawi semampu kalian.”
…Fondasi Amal Perbuatan Manusia Menurut Syekh Abdul Qadir JailaniSelengkapnya »
Fondasi Amal Perbuatan Manusia Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani Read More »
Dunia sedang was-was. Penyebabnya adalah virus Corona. Ini bukan kali pertama sejarah manusia diintai Tha’un epidemi. Salah satu yang masih lekat dalam ingatan adalah menyebarnya wabah Tha’un.
Dalam catatan sejarah, ketika wabah Tha’un melanda, ada ratusan ribu orang yang meninggal. Namun, yang paling terkenal terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat itu, wabah Tha’un di Amwas, Syam, menyebabkan dua puluh lima ribu orang meninggal.
…Wabah Tha’un, Sahabat Nabi, dan Nasihat Rasulullah saw.Selengkapnya »
Wabah Tha’un, Sahabat Nabi, dan Nasihat Rasulullah saw. Read More »
Novelis muda Indonesia berbakat, Hangka, menerima penghargaan Islamic Book Fair (IBF) Award 2020 sebagai Buku Islam Terbaik kategori Fiksi Dewasa. Penghargaan ini diberikan dalam perhelatan IBF 2020 yang saaat ini sedang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Jakarta (26/2/20).
…Novelis Muda Alumni Gontor Terima Penghargaan IBF Award 2020Selengkapnya »
Novelis Muda Alumni Gontor Terima Penghargaan IBF Award 2020 Read More »
Denominasi etnisnya, al-Hadrami, berasal dari Hadramaut di Arab Selatan, yang melambangkan rumah leluhur keluarganya. Menurut Ibnu Khaldun sendiri, leluhurnya termasuk suku Arab kuna yang bernama Khaldun di Arab Selatan. Keluarga ini bermigrasi ke Andalusia Spanyol pada masa penaklukan muslim di awal dekade abad ke-8.
Ibnu Khaldun merupakan keturunan keluarga aristokratis yang sangat berpengaruh yang dijunjung tinggi di Andalusia Spanyol dan Maghrib. Faktor keluarga ini membantu Ibnu Khaldun kecil untuk memperoleh pendidikan dan pengajian terbaik yang tersedia di masa itu.
Ibnu Khaldun mengalami kekerasan di antara usianya yang lima belas dan dua puluh lima tahun, baik itu sifatnya alami maupun buatan manusia. Pertengahan abad keempat belas dikenal karena periode ketidakstabilan politik luar biasa dan bencana alam dalam bentuk Kematian Hitam yang terkenal.
Dalam menyelesaikan pendidikannya, Ibnu Khaldun berguru kepada banyak ulama yang dinggah di Kota Fez, seperti: Muhammad bin Suffar, Ibrahim bin Zarrar, Muhammad al-Ballafiqi, dan sebagainya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ibnu Khaldun mulai terjun ke dalam intrik politik dan membuatnya kerap berpindah-pindah tempat tinggal. Pada suatu waktu dia ikut ambil bagian dalam menciptakan penyebab kenaikan atau kejatuhan suatu Dinasti, dan pada saat lain dia menyalakan api persaingan, intrik, dan perang.
Periode hidupnya ini banyak mendapat kritik dari sebagian orang yang telah melakukan studi tentang kehidupannya. Ibnu Khaldun dinilai tidak memberikan contoh yang baik tentang sikap kesetiaan dan kebaikan.
Setelah merasa lelah dengan kehidupan politik, Ibnu Khaldun pun menarik dirinya dari publik. Begitu ia mulai merasakan kedamaian, ia pun mulai menulis karya agungnya Muqaddimah di Qal’at Ibnu Salamah. Pada saat itu Ibnu Khaldun telah mencapai usia empat puluh lima tahun. Dibutuhkan waktu lima bulan baginya untuk menyelesaikan penulisan Muqaddimah, hingga pertengahan 779 H/1378 M.
SEKILAS TENTANG IBNU KHALDUN Read More »
Dikisahkan, sejumlah orang miskin menangis dan meminta Rasulullah saw. agar membawa mereka. Rasulullah menjawab:
“Aku tak memiliki sesuatu yang bisa kugunakan untuk membawa kalian.”
Maka mereka pun pergi sambil menangis. Air mata mereka bercucuran karena sedih tidak mendapatkan sesuatu yang bisa mereka infakkan.
Di tengah malam, salah seorang dari mereka bernama Ulayyah bin Yazid bangun untuk menunaikan shalat malam. Kemudian ia berdoa:
…Bagaimana Rasulullah saw. Mengabarkan perihal Diterimanya Sedekah Seseorang yang Miskin Read More »
Ibnu A’idz dalam kitab Maghazi-nya mengisahkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Tabuk pada saat terjadi kekurangan air.
Beliau kemudian menciduk air dari salah satu mata air dengan tangannya dan menggunakannya untuk berkumur.
…Kisah Rasulullah saw. Mengentaskan Masalah Kekeringan Air di TabukSelengkapnya »
Kisah Rasulullah saw. Mengentaskan Masalah Kekeringan Air di Tabuk Read More »
Saat diundang ke istana, Sa’dun si gila mengomentari gaya hidup Khalifah al-Mutawakkil yang penuh kemewahan. Komentar itu pun membuat sang Khalifah murka dan memerintahkan pengawalnya untuk menjebloskan Sa’dun ke penjara.
…Jawaban Sa’dun si Gila yang Membuatnya Mendapatkan Hadiah dari Khalifah al-MutawakkilSelengkapnya »
Jawaban Sa’dun si Gila yang Membuatnya Mendapatkan Hadiah dari Khalifah al-Mutawakkil Read More »
Sejatinya setiap anak Adam memiliki hati yang akan mengarahkan seseorang untuk mendapat ganjaran yang baik maupun yang buruk. Lantas, apa saja amalan-amalan hati yang membuat hamba disiksa dan selamat menurut Imam al-Ghazali? Simak penjelasannya di bawah ini.
…Amalan-amalan Hati yang Membuat Hamba Disiksa dan Selamat menurut Imam al-GhazaliSelengkapnya »
Amalan-amalan Hati yang Membuat Hamba Disiksa dan Selamat menurut Imam al-Ghazali Read More »