Artikel

Makna Kedamaian karena Allah swt. bagi Para Ahli Makrifat menurut Imam al-Ghazali

Salah satu efek terbesar dari cinta adalah kedamaian. Dan hakikat kedamaian yaitu kebahagiaan dan kegembiraan hati karena sesuatu yang tersingkap baginya; berupa kedekatan Allah beserta keindahan dan kesempurnaan-Nya.

Seorang sufi berkata, “Hakikat kedekatan adalah merasakan segala sesuatu dengan hati serta damainya nurani bersama Allah swt.” Hal ini menandakan kesucian hati dari sesuatu selain Allah swt. itu sangatlah penting.

Sebab, jika hati telah suci dari selain-Nya, Dia hadir bersama hamba karena tidak ada hijab atau penutup antara hamba dan Allah swt. selain diri dan sifat-sifat-Nya.

Jika hamba telah Fana’ dari diri dan sifat-sifat-Nya, serta mengetahui bahwa seluruh alam ini berdiri karena kekuasaan Allah, maka ia mengetahui kedekatan Allah secara penyingkapan (kasyf). Ia mengerti kehendak-Nya sebagai kekhususan, dan mengetahui kekuasaan-Nya dalam mewujudkan dan mengabadikan.

Sifat-sifat itu tak pernah terpisah dari sesuatu yang disifati, tetapi melekat padanya. Bila orang makrifat berbicara, ia tidak berbicara dengan dirinya sendiri; begitu pula ketika ia mendengar, sebagaimana disebutkan dalam hadis.

Jadi, keadaan orang-orang yang telah makrifat itu muncul karena kedekatan dengan Allah swt. para ahli makrifat (’arifin) melihat Tuhan mereka di dunia dengan mata yakin dan mata hati. Di akhirat, mereka menyaksikan Tuhan dengan mata kepala. Dia dekat dengan mereka di dunia maupun akhirat.

Kedekatan-Nya di akhirat tidak berbeda dengan kedekatan di dunia, melainkan melalui naiknya kelembutan dan kasih sayang. Jika tidak demikian, hilanglah kedekatan jarak di sana-sini, dan sama sekali tak ada penyandaran antara Dia dan Makhluk, baik di dunia maupun akhirat.

Kemudian, makrifat ini membuahkan kedamaian (uns) dengan syarat hadirnya kejernihan. Kedamaian pun membuahkan ketenangan (sakinah), berupa kekuatan yang mengimbangi pemberuntakan hati. Ia meneguhkan dan menghentikannya sampai batas keseimbangan dalam etika kehadiran.

Nikmat kedekatan dalam kedamaian ini akan menerbangkan hati para ‘arifin dan melahirkan pemberuntakan. Karena ketika dalam kondisi kecukupan manusia cenderung melampaui batas.

Makna Kedamaian karena Allah swt. bagi Para Ahli Makrifat menurut Imam al-Ghazali Read More »

Imam al-Ghazali: Tasawuf Berarti Mencampakkan Nafsu dalam Ibadah

Imam al-Ghazali mengatakan dalam kitab Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu as-Salikin bahwa tasawuf berarti mencampakkan nafsu dalam ibadah dan menggantungkan hati dengan hal-hal Ilahiah. Ada yang mengatakan, tasawuf adalah menyembunyikan kemiskinan dan melawan penyakit.

Imam al-Ghazali: Tasawuf Berarti Mencampakkan Nafsu dalam Ibadah Read More »

Makna Suluk menurut Sang Hujjatul Islam Imam al-Ghazali

Dalam kitab Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu as-Salikin, Imam al-Ghazali menulis bahwa Suluk adalah proses penyucian akhlak, amal, dan pengetahuan. Suatu kesibukan untuk membangun lahir dan batin. Dalam kondisi ini, seorang hamba akan dibuat lupa kepada tuhannya, tetapi ia sibuk membersihkan batin agar siap untuk sampai kepada Tuhan.

Makna Suluk menurut Sang Hujjatul Islam Imam al-Ghazali Read More »

Gaya Bicara dan Tertawa Rasulullah SAW

Rasulullah saw. adalah orang yang paling fasih dan paling manis berbicara. Beliau bersabda, “Aku adalah orang Arab yang paling fasih.” Bahkan penduduk surga kelak akan berbicara dengan bahasa nabi.

Nabi saw. berbicara dengan kalimat yang ringkas namun memiliki makna yang luas, tidak berlebihan, dan tidak terlalu singkat. Bicara beliau sangat runut antara satu kalimat dengan kalimat yang lain.

Gaya Bicara dan Tertawa Rasulullah SAW Read More »

Himpunan Akhlak Mulia Rasulullah SAW yang Disusun dari Berbagai Riwayat oleh Imam al-Ghazali

Di dalam kitab Ihktisar Ihya’ Ulumiddin, dalam bab Adab Hidup dan Akhlak Nabi, Imam al-Ghazali menuliskan himpunan akhlak mulia Rasulullah saw. selama beliau hidup di dunia.

Rasulullah saw. adalah orang yang paling lembut hatinya, paling adil dan paling menjaga kesucian. Tangan Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan yang bukan budaknya, yang tidak terikat hubungan pernikahan dengannya, dan yang bukan mahramnya.

Himpunan Akhlak Mulia Rasulullah SAW yang Disusun dari Berbagai Riwayat oleh Imam al-Ghazali Read More »

Ibnu Atha’illah al-Iskandari: Beragamnya Bentuk Ketaatan agar Tidak Membosankan

Ibnu Atha’illah al-Iskandari menulis dalam salah satu bait al-Hikam: “Karena Allah mengetahui bahwa engkau mudah jemu, Dia membuat bermacam-macam cara taat untukmu. Karena Allah mengetahui bahwa engkau rakus, Dia membatasi ketaatan itu hanya pada waktu-waktu tertentu. Agar perhatianmu tertuju pada kesempurnaan shalat, bukan pada adanya shalat. Karena tidak semua orang yang shalat dapat menyempurnakan shalatnya.”

ALLAH MENGETAHUI bahwa kau mudah bosan dan jemu. Beratnya amal akan mengakibatkanmu meninggalkan amal itu. Oleh karena itu, Dia membuat untukmu bermacam cara dan bentuk ketaatan. Itu adalah rahmat dan kemudahan-Nya untukmu.

Ibnu Atha’illah al-Iskandari: Beragamnya Bentuk Ketaatan agar Tidak Membosankan Read More »

Ibnu Atha’illah al-Iskandari: Salah Satu Penyebab Utama Kehinaan Diri adalah Ketamakan

Ibnu Atha’illah al-Iskandari menulis dalam salah satu bait al-Hikam: “Tidaklah tumbuh dahan-dahan kehinaan, kecuali dari benih ketamakan”.

Ibnu Atha’illah mengumpamakan kehinaan dengan sebuah pohon. Dahan-dahannya adalah perumpamaan bagi berbagai jenis kehinaan. Ia juga mengumpamakan ketamakan dengan sebuah benih. Seakan Ibnu Atha’illah berkata, “Jangan kau tanam benih ketamakan di hatimu sehingga akan tumbuh menjadi pohon kehinaan yang dahan dan rantingnya akan bercabang-cabang.”


Ketamakan merupakan sikap tercela yang dapat merusak ‘ubudiyah. Bahkan, ia adalah pangkal segala kesedihan. Ketamakan menandakan ketergantungan dan penghambaan manusia terhadap manusia. Di sinilah letak kehinaan dan kenistaan sikap ketamakan. Sebabnya adalah keraguan terhadap sesuatu yang telah ditakdirkan Allah.

Oleh karena itu, ia kemudian berkata, “Jikaketamakan ditanya, ‘Siapa bapakmu?’ niscaya ia akan menjawab, ‘Keraguan terhadap takdir.’ Jika ditanya, ‘Apa pekerjaanmu?’ ia menjawab, ‘Mencari kehinaan.’ Jika ditanya, ‘Apa tujuanmu?’ ia menjawab, ‘Memisahkan seseorang.’”

Ketamakan juga dapat merusak agama. Ketika Ali bin Abi Thalib mendapati para penutur kisah tengah bercerita banyak hal di Masjid Agung Bashrah, ia menyuruh mereka berdiri. Kemudian, ia mendatangi Hasan al-Basri (30-110 H) dan berkata, “Hai anak muda, aku akan menanyakan kepadamu satu hal. Jika kau mampu menjawabnya dengan tepat, kubiarkan kau di sini. Namun, jika kau salah, aku akan berdirikan kau seperti teman-temanmu itu.”

Ali memandang Hasan al-Basri. Dilihatnya pada diri pemuda tersebut tersimpan tanda petunjuk dan kecerdasan.

Hasan al-Basri pun menjawab, #Tanyalah semaumu!”

“Apa gerangan yang menjadi pengendali agama?” Tanya Ali kepadanya.

Hasan menjawab, “Sifat wara’.”

Ali bertanya lagi, “Apa yang menjadi perusak agama?”

Hasan menjawab, “Sifat tamak.”

Kemudian, Ali berkata, “Duduklah! Orang sepertimu layak berbicara di hadapan manusia. Wara’ (menjauhi) ketamakan adalah wara’-nya orang-orang khusus (khawwash). Sikap ini menunjukkan kokohnya keyakinan, sempurnanya tawakl, dan tenangnya hati terhadap Allah. Berbeda dengan wara’-nya orang-orang biasa (awam) yang baru sebatas meninggalkan perkara-perkara syubhat.”

Ibnu Atha’illah al-Iskandari menulis dalam salah satu bait al-Hikam: “Tak ada yang dapat mengendalikanmu sehebat angan-angan.”

Angan-angan adalah sesuatu yang teramat buruk. Selain karena merupakan penyebab ketamakan manusia, juga karena angan-angan sebenarnya adalah perkara yang tidak ada. Ia hanyalah khayalan dan perkiraan. Namun anehnya, jiwa selalu lebih tunduk kepadanya daripada akal.

Tidakkah kau melihat bahwa tabiat manusia selalu merasa takut kepada ular karena ia menyangka bahwa ular itu berbahaya. Bahkan, ia takut bila melihat seutas tali yang melingkar sebab ia mirip dengan ular. Sekiranya tabiat tunduk kepada akal, tentu ia tidak akan merasa takut karena segala hal yang ditakdirkan pasti akan terjadi dan yang tidak ditakdirkan pasti tidak akan terjadi.

Oleh sebab itu, tak seorang pun yang selamat dari ketamakan terhadap makhluk dan apa yang ada di tangan mereka, kecuali para ahli wara’ dari kalangan khawwash. Mereka adalah orang-orang yang selalu qana’ah dan tawakal. Di hati mereka tiada lagi hubungan antarmakhluk. Mereka tidak lagi memedulikan rezeki.

Sumber Gambar: Pinterest/Callighraphy Print

Ibnu Atha’illah al-Iskandari: Salah Satu Penyebab Utama Kehinaan Diri adalah Ketamakan Read More »

5 Macam Riya Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, riya adalah salah satu penyakit hati dan merupakan bentuk dari syirik kecil atau tersembunyi. Riya adalah mencari simpati orang lain dengan menonjolkan sifat-sifat baik guna memperoleh kedudukan dan wibawa di mata manusia.

“Andaikata manusia bersikap adil,” kata Syekh Nawawi al-Bantani, “Niscaya mereka mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadah yang mereka kerjakan adalah disebabkan oleh riya, padahal riya itu menghapuskan pahala.”

Lebih jauh lagi, Syekh Nawawi al-Bantani menerangkan bahwa riya itu terbagi menjadi lima macam, yaitu:

1. Riya dalam masalah agama dengan menampakkan anggota badan.

Contoh dari jenis riya yang pertama ini adalah menampakkan tubuh yang kurus dan pucat serta membiarkan rambut acak-acakan. Dengan tubuh yang kurus ia ingin menunjukkan sedikit makan, dan dengan wajah yang pucat ia ingin menunjukkan kurang tidur pada waktu malam dan sangat perihatin dengan urusan agama.

2. Riya dengan penampilan dan pakaian.

Riya dalam hal ini adalah menundukkan kepala ketika berjalan, bersikap tenang dalam bergerak, menampakkan bekas sujud pada jidatnya, mengenakan pakaian yang kasar dan tidak membersihkannya, serta membiarkan baju robek dan memakai pakaian yang bertambal.

3. Riya dengan perkataan.

Apa yang dimaksud dalam hal ini adalah mengucapkan kata-kata bijak dan memggerakkan bibir saat berzikir di hadapan orang banyak, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan mungkar di hadapan khalayak.

Termasuk dalam kategori ini adalah menampakkan amarah atas perbuatan maksiat, menampakkan penyesalan karena orang lain berbuat dosa, melemahkan suara ketika berbicara, dan melunakkan suara ketika membaca al-quran untuk menunjukkan rasa takut dan sedih.

4. Riya dengan Perbuatan

Perbuatan yang termasuk dalam kategori riya adalah menampakkan kekhusyukan ketika shalat, berlama-lama saat berdiri, sujud, dan rukuk; tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, serta meluruskan kedua telapak kaki dan tangan.

Begitu juga riya ketika berpuasa, haji, dan pada saat mengeluarkan zakat, infak, maupun sedekah.

5. Bersikap Riya kepada Teman, Para Tamu, dan Manusia Pada Umumnya.

Sikap-sikap yang termasuk dalam kategori yang terakhir ini adalah, seperti: orang yang banyak didatangi tamu dari kalangan ulama, ahli ibadah, para penguasa, maupun pejabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kemuliaan derajat agamanya. Atau seperti orang yang sering menyebut nama para ulama atau guru agar dikatakan banyak memiliki guru dan banyak belajar dari mereka.

Allahu A’lam.

Sumber Gambar: Pinterest/Marianne S

5 Macam Riya Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani Read More »

Makna dari Asma Allah Ar-Rahim Menurut Maulana Ibnu Arabi

Menurut Maulana Ibnu Arabi, Sejatinya nama-nama Allah swt. terdiri atas dua bagian. Yang pertama, nama-nama yang diajarkan oleh Allah swt. kepada kita. Yang kedua, nama-nama yang pengetahuan tentangnya dimonopoli oleh Allah swt. sendiri dalam pengetahuan gaib-Nya. Nama-nama Allah swt. yang hanya diketahui oleh Allah swt. ini disembunyikan entitasnya, namun ditampakkan hukum-hukumnya melalui manifestasi-manifestasi Ilahi (tajalliyat).

Dalam menghadapi manifestasi Ilahi, manusia terbagi menjadi dua golongan. Pertama, orang-orang yang mengetahui bahwa manifestasi tersebut merupakan manifestasi nama-nama Ilahi. Kedua, orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. Pada nama-nama Ilahi ini, setiap hamba memiliki tiga keterkaitan, yakni keterikatan kebutuhan (at-ta’alluq), hakikat makna (at-tahaqquq), dan etika praktis (at-takhalluq).

Makna dari at-ta’alluq adalah kebutuhan seorang hamba pada nama-nama Ilahi itu secara absolut, di mana nama-nama itu mengacu pada dzat Ilahi. Sedangkan yang dimaksud dengan at-tahaqquq adalah pengetahuan tentang makna nama-nama itu yang sesuai dengan Allah swt. dan yang sesuai dengan hamba. Adapun arti at-takhalluq adalah penisbatan nama-nama itu pada seorang hamba sesuai dengan kapasitas dirinya, dan penisbatan nama-nama itu pada diri Allah swt., sesuai dengan keagungan Allah swt.

 Di dalam buku Kasyf al-Ma’na ‘an Sirri Asma Allah al-Husna, Ibnu Arabi menjabarkan makna setiap Asmaul Husna berdasarkan pada tiga keterkaitan seorang hamba pada manifestasi-manifestasi nama-nama Ilahi di atas. Adapun makna dari Asma Allah Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) menurut Ibnu Arabi yang ditinjau dari segi at-at’alluq, at-tahaqquq, dan at-takhalluq adalah sebagai berikut:

At-Ta’alluq

Makna Ar-Rahim dalam keterkaitan kebutuhan seorang hamba kepada Allah swt. adalah bahwa sejatinya seorang hamba itu sangat membutuhkan Allah Yang Maha Penyayang untuk mendapatkan kasih sayang khusus berupa kebahagiaan abadi.

At-Tahaqquq

Sedangkan secara hakikat maknawinya, makna Ar-Rahim adalah untuk mengada, seorang individu memerlukan cobaan dan kesehatan. Dihapusnya dendam tidak lebih utama ketimbang dihapusnya nikmat, sehingga seorang hamba akan paham pentingnya nikmat, kesehatan, dan cobaan.

Nama Yang Maha Penyayang berhubungan dengan semua kebaikan yang tidak ada bahaya dalamnya dan juga dengan segala bahaya yang ada di dalam kebaikan.

At-Takhalluq

Adapun cara untuk menyesuaikan perangai diri dengan nama Yang Maha Penyayang adalah menyayangi semua hal yang diperintahkan oleh Allah swt. untuk disayangi.

Ketika Rasulullah saw. marah karena Allah, Rasululullah saw. tidak melakukan apa-apa untuk mengungkapkan kemarahannya itu. Dalam sebuah hadis sahih diungkapkan,

“Sesungguhnya Allah marah ketika hari kiamat” (Muttafaq ‘Alaih)

Hamba pun berada pada batasan itu.

Sumber Gambar: Pixels.com/Shah Nawaz

Makna dari Asma Allah Ar-Rahim Menurut Maulana Ibnu Arabi Read More »