Kitab Wabah dan Taun dalam Islam: Bagaimana Dahulu Umat Islam Menghadapi Pandemi dan Apa Saja Pelajaran yang Bisa Kita Ambil Sekarang?

Kitab Wabah dan Taun Dalam Islam

Belakangan ini, buku Badzlul Ma’un fi Fadhli ath-Tha’un (pemberian bantuan kepada para penderita penyakit taun), karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani (1372-1449 M), banyak dicari-cari orang. Hal ini tak lepas dari isi kandungannya yang sangat sesuai dengan konteks sekarang, yaitu membahas pandemi dengan segala permasalahan dan dinamikanya dalam sudut pandang Islam.

Walaupun Covid-19 berbeda dengan taun, tetapi di antara keduanya memiliki kesamaan yang mencolok, yaitu sama-sama menular, cepat, dan mematikan

Kitab ini mulai ditulis pada tahun 1416 M, dan sempat berhenti sebelum kemudian diselesaikan pada tahun 1430 M setelah para sahabat dan murid-muridnya meminta untuk mengumpulkan hadis yang berkaitan tentang taun. Selain itu, faktor penulisan buku ini juga karena ketiga putri Ibnu Hajar yang bernama Fathimah, Zeinah, dan Ghaliyah meninggal karena wabah taun.

Sayangnya, buku ini belum ada yang menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sampai akhirnya Turos Pustaka menjadi penerbit pertama di Indonesia yang menerjemahkan buku ini. Penerjemahnya, Ustadz Fuad Syaifudin Nur, penerjemah kitab Al-Umm Imam Syafi’i.

Kitab Wabah dan Taun dalam Islam berisikan hadis-hadis dengan sanad (mata rantai periwayatan) yang sangat lengkap dan rinci, sehingga validitas setiap informasi di dalamnya dapat dipertanggungjawabkan.

Sangat penting untuk dicatat di sini, buku ini sangat relevan untuk menjadi acuan umat muslim Indonesia bahkan dunia dalam menghadapi masa-masa pandemi. Karena, dinamika yang direkam dalam buku ini sama persis dengan apa yang terjadi pada masa sekarang. Beberapa poin pembahasan penting dalam buku ini antara lain:

[irp]

1. Sejarah Asal-usul Pandemi (Taun) menurut Ibnu Hajar al-Asqalani

Berlandaskan pada hadis sahih, Bukhari dan Muslim, Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa wabah taun sudah ditemukan pada masa Nabi Musa as. dan Bani Israil. Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya sakit―atau penyakit―ini adalah azab yang dengannya diazab orang-orang sebelum kalian”. (Dalam satu riwayat lain: Yang dengannya sebagian Bani Israil telah diazab)

Sepeninggal Nabi Musa as. dan Nabi Harun as., Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Daud as. bahwa Bani Israil terlalu banyak membangkang, sehingga Dia memberi mereka tiga pilihan sebagai tebusan:

1) Ditimpa kekeringan selama dua tahun
2) Musuh berkuasa atas mereka selama dua bulan
3) Dikirimkan taun kepada mereka selama tiga hari.

Seperti yang dituliskan dalam Kitab Wabah dan Taun dalam Islam, atas kesepakatan Bani Israil, Nabi Daud as. memilihkan untuk mereka opsi yang terakhir, yaitu ditimpakannya wabah taun selama tiga hari. Setelah itu, tewaslah dari kalangan Bani Israil sebanyak tujuh puluh ribu orang―ada yang menyatakan seratus ribu orang―sampai matahari condong ke barat. Nabi Daud as. pun memohon kepada Allah agar taun diangkat, lalu kemudian diangkat dari mereka.

2. Definisi Pandemi Jenis Taun

Kitab Wabah dan Taun Dalam Islam

Kata taun serapan dari bahasa Arab طَاعُوْنٌ dibaca “thâ’ûn”. Dalam Bahasa Indonesia, “taun” berarti: penyakit menular; wabah; epidemi.

Ibnu al-Arabi menyatakan, kata tha’în digunakan untuk menyebut korban taun. Disebutkan bahwa taun merupakan penyakit yang menyerang banyak orang dan dapat menyebabkan kematian seperti penyakit dzabhah (angina), semacam penyakit yang menyerang tenggorokan atau peradangan di dalam tubuh yang menyebabkan sesak napas.

Imam Nawawi menyebutkan bahwa sebagian ulama menafsirkan taun sebagai penyakit yang menghambat peredaran darah ke berbagai anggota tubuh. Mayoritas ulama menyatakan bahwa taun adalah penyakit bengkak dan pendarahan.

Lebih lanjut lagi, dalam Kitab Wabah dan Taun dalam Islam, Ibnu Sina dan para tabib terkemuka pada masanya menyatakan bahwa taun adalah material beracun yang dapat menyebabkan bengkak atau tonjolan mematikan. Ia menyerang daerah ketiak, saluran kemih, paha, dan lain-lain dari tubuh manusia.

[irp]

3. Penyebab Munculnya Pandemi

Kitab Wabah dan Taun Dalam Islam

Dikutip dari Alauddin bin Nafis dalam kitab Al-Mujaz fi ath-Thibb, bahwa wabah terjadi karena kerusakan yang dialami materi-materi pembentuk udara, baik penyebab dari langit maupun dari bumi.

Penyebab dari bumi ialah air yang warna dan baunya sudah berubah, serta banyak bangkai ditemukan di sana, seperti di medan perang yang banyak mayat berjatuhan.

Mengenai penjelasan ini, WHO menyebutkan bahwa virus paling mematikan sepanjang sejarah dunia adalah flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918 M yang terjadi di bulan-bulan terakhir perang dunia I. Tidaklah berlebihan jika dikatakan penyebab flu mematikan kala itu ialah perang dunia yang telah memakan banyak korban.

Penyebab dari langit, yaitu seperti komet dan meteor yang jatuh pada akhir musim panas dan musim gugur, banyaknya hembusan angin utara dan angin timur pada bulan kanûnain (Desember dan Januari).

4. Yang Perlu Dilakukan Ketika Pandemi Melanda

Kitab Wabah dan Taun Dalam Islam

A. Jaga Jarak (Social Distancing)

Pada masa pemerintahan Umar ra., taun terjadi di Syam pada bulan Muharram dan Shafar yang menelan banyak korban. Orang-orang pun mengirim surat kepada Umar ra., mengadukan masalah itu. Lalu Umar ra. keluar, dan ketika dia tiba di dekat Syam―daerah Sargh, terdengar kabar bahwa taun yang terjadi di Syam bertambah lebih parah dari sebelumnya.

Para sahabat pun berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Apabila taun terjadi di suatu daerah, maka janganlah kalian memasuki daerah itu. Apabila ia terjadi di suatu daerah yang kalian diami, maka ia bukan atas kalian (sebagai azab).” Umar pun kembali sampai taun hilang dari Syam.

Kisah tersebut terekam dalam Kitab Wabah dan Taun dalam Islam dan Hadis di atas menjadi landasan “social distancing” bagi umat Islam. Tentu, ini merupakan satu-satunya tindakan (vaksin) yang harus dilakukan oleh seluruh umat dalam melewati masa pandemi.

B. Senantiasa Berdoa

Masalah doa yang sesuai dengan tuntunan sunah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebutkan, melalui Kitab Wabah dan Taun dalam Islam, bahwa para ahli fikih menyerahkan bacaan doa kunut (qunut nazilah) kepada sepenangkapan pemahaman orang yang mendengar.

Doa yang disebutkan terakhir yang diambil dari ulama salaf oleh Ibnu Hajar dalam buku ini, terkait dengan kunut, yaitu doa sebagai berikut.

“Wahai Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari bala yang berat pada jiwa, keluarga, harta, dan anak-anak kami.”

Namun, terkait berdoa bersama, seperti istigasah, shalat istisqa`, dan sebagainya, Ibnu Hajar menyebut hal demikian sebagai perbuatan bidah.

Maka, dapat disimpulkan bahwa berdoa dan beribadah harus mengikuti protokol yang telah ditentukan ulama tepercaya atau pemerintah setempat.

5. Data Berbagai Pandemi dalam Sejarah Islam

3 Pendapat Teologis Ibnu Hajar al-Asqalani tentang Wabah dan Taun di Abad Pertengahan

Ibnu Hajar al-‘Asqalani mencatat data-data jumlah korban dan daerah yang terjangkit wabah taun, dari kejadian pada masa Rasulullah saw. sampai yang terjadi pada masa ia menyelesaikan kitab Badzlul Ma’un fi Fadhl ath-Tha’un.

Dalam Kitab Wabah dan Taun dalam Islam ini, dinyatakan ada 5 peristiwa taun besar yang pernah menimpa sepanjang sejarah Islam.

1) Taun Syirawaih, terjadi di Madain pada masa Rasulullah saw pada tahun keenam Hijriah.
2) Taun Amwas, wabah ini terjadi pada masa Umar ra. pada tahun 16 H/640 M. Amwas merupakan salah satu daerah yang ada di kawasan Syam, dan taun mematikan ini terjadi di daerah tersebut.
3) Taun Jarif, terjadi pada tahun 69 H/689 M. Dinamakan “Taun Jarif”, dari akar kata “Jarofa” yang artinya menyapu bersih, karena ia menyapu manusia sebagaimana banjir besar menyapu bersih tanah-tanah.
4) Taun Fatayat, terjadi pada tahun 87 H/706 M. Fatayat artinya para gadis, dinamakan “Taun Fatayat” disebabkan banyaknya perempuan remaja yang tewas.
5) Taun Salam bin Qutaibah, terjadi pada tahun 131 H/749 M. Pandemi ini terjadi di Bashrah pada bulan Rajab, menjadi kian parah pada bulan Ramadhan, lalu mereda pada bulan Syawwal. Jumlah korban meninggal pada saat itu mencapai seribu orang setiap hari. Sebelumnya, telah terjadi Taun Asyraf, Taun Adi bin Arthah, Taun Ghurab. Namun, kejadian sebelumnya tidak disebutkan jumlah korban.

Pandemi ini (taun) terus terjadi dengan selang puluhan atau ratusan tahun sekali, sampai kejadian yang menimpa pada masa Ibnu Hajar al-‘Asqalani, dan ketiga putri kesayangannya meninggal terjangkit wabah tersebut.

Sekadar mengingatkan. Pandemi Covid-19 belum benar-benar berakhir. Mari terus waspada dan mendisiplinkan diri dengan 3M! (Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan). Semoga kita selalu sehat sentosa dalam lindungan-Nya.

Salam Literasi Indonesia.

[irp]

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *