Ketika Rasulullah saw. wafat, dan sebelum jenazah beliau dimakamkan, Bilal mengumandangkan azan. Tatkala mengucapkan kalimat “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, orang-rang di dalam masjid pun meratap bersama-sama.
Kemudian, setelah jenazah Rasulullah saw. dimakamkan, Abu Bakar berkata kepada Bilal, “Kumandangkanlah azan, wahai Bilal!” maka Bilal menyahut, “Jika engkau memerdekakanku agar aku bersamamu, maka itulah jalannya. Dan, jika engkau memerdekakanku karena Allah, biarlah aku bersama orang yang membebaskanku karena Allah!”
Abu Bakar menjawab, “Aku tidaklah memerdekakanmu, melainkan karena Allah.”
Bilal menyahut lagi, “kalau begitu, aku tak akan pernah mengumandangkan azan lagi setelah Rasulullah tiada.”
Lalu Abu Bakar berkata, “Semua itu terserah kepadamu.”
Bilal pun bangkit hingga keluarlah sejumlah delegasi Syam. Bilal beranjak bersama mereka hingga ke Syam.
Setelah itu, Bilal menetap di Syam beberapa waktu. Tak lama kemudian, ia bermimpi bertemu Rasulullah dan beliau bertanya, “Kenapa engkau jauh, wahai Bilal? Belum tibakah saatnya engkau mengunjungi kami?”
Bilal pun terbangun dengan hati yang sedih. Ia segera meluncur menuju Madinah. Setiba di sana, ia segera menuju makam Rasulullah dan menangis di sisi makam beliau.
Tak lama kemudian, datanglah Hasan dan Husen. Bilal segera memeluk dan merangkul mereka berdua. Hasan dan Husen berkata kepada Bilal, “Kami sangat ingin engkau mengumandangkan azan saat subuh nanti.” Dengan permohonan itu, Bilal segera naik ke atas menara masjid (dan mengumandangkan azan).
Baca Buku : The Power of Adzan
Ketika mengucapkan kalimat “Allahu Akbar,” kota Madinah pun terguncang. Dan, semakin terguncang tatkala Bilal mengucapkan kalimat “Asyhadu an la ilaha Allah,”. Lalu, ketika sampai pada kalimat “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,” keluar-lah para perempuan dari rumah-rumah mereka.
Sehingga tidak pernah ada hari yang lebih banyak menyaksikan perempuan maupun laki-laki yang menangis dibanding hari itu.
Sumber Gambar: Pinterest/Sami Gharbi from Tunisia