Mengapa belajar bahasa Arab dianggap sulit? Lebih sulit dari belajar bahasa lainnya. Bahkan pada banyak orang, sudah menyerah sebelum memulai. Ia dianggap sebagai salah satu bahasa tersulit di dunia. Ada belasan juta kosa kata di dalamnya.
Tentu saja ini stigma yang keliru dan harus diluruskan. Di sisi lain, di era globalisasi ini bahasa Arab justru makin eksis, semakin banyak dipakai, bahkan mengalami perkembangan yang signifikan di negara-negara non-Arab.
Potensi dan pengembangan bahasa Arab dalam berbagai bidang kehidupan semakin besar dan semakin menjanjikan. Buktinya, banyak orang non-Arab dan sarjana non-muslim yang menekuninya, dan bisa. Soal tujuan dan mindset menjadi kunci pembeda di sini.
Didorong keinginan untuk menjawab persoalan di atas, buku Panduan Lengkap Belajar Bahasa Arab Ilmu Nahwu ini pun akhirnya disusun dan diterbitkan. Lengkap, sistematis dan bisa dipelajari secara otodidak. Buku ini sangat layak menjadi referensi pustaka bagi para pelajar/santri, mahasiswa, guru/dosen, dan profesional yang ingin mendalami bahasa Arab secara baik.
Sesuai judul aslinya, mulakkhash qawa’id al-lughah al-arabiyyah, buku karya pakar bahasa Arab asal Mesir ini merupakan ringkasan dari kaidah-kaidah tata bahasa Arab yang disajikan secara praktis dan mudah dipelajari disertai penjelasan mengenai setiap persoalan dengan contoh dan tabelnya.
[irp]
Ilmu Nahwu dan Pesantren
Seperti halnya grammar dalam bahasa Inggris, ilmu nahwu adalah disiplin ilmu yang wajib dipelajari bagi para murid, khususnya di pesantren. Ilmu nahwu merupakan tangga awal untuk mendalami ilmu bahasa Arab. Sebab berbagai disiplin ilmu agama semisal, al-Quran, hadis, fikih, dan lainnya menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.
Dalam hal ini, Umar bin Khathab pernah mengatakan, “Pelajarilah bahasa Arab, karena sesungguhnya ia bagian dari agamamu”. Dengan demikian, memperdalam ilmu nahwu sama dengan membuka pintu gerbang khazanah keilmuan Islam.
Dalam tradisi pesantren, kitab Jurumiah, Imrithi, Nadzam al-Maqshud, dan Al-Fiyah ibn Malik merupakan kitab induk dan referensi dalam ilmu ini. Namun, jangankan khalayak umum, kalangan santri pun masih banyak yang merasa kesulitan dalam memahami kitab-kitab di atas.
Bukan karena penyampaian penulis yang rumit, tapi memang untuk memahami disiplin ilmu yang satu ini membutuhkan berbagai metode dan kesungguhan yang berkelanjutan. Bahkan, terkadang penyampaian dari pengajar—tidak menggunakan istilah yang berhubungan dengan gramatika bahasa Indonesia—yang secara tidak sadar menambah kesulitan bagi para pelajar.
Kitab-kitab rujukan ilmu nahwu tersebut memang didesain untuk pelajar bangsa Arab kala itu, atau orang—non Arab—yang sudah berkecimpung dengan bahasa Arab. Dan, mungkin ini salah satu yang memberikan kesan sulit bagi banyak orang, tak terkecuali bagi orang Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan buku yang memang didesain untuk warga Indonesia secara khusus.
Buku Panduan Lengkap Belajar Bahasa Arab Otodidak ini dapat menjadi pegangan bagi pemula ataupun pengajar bahasa Arab. Diterjemahkan dari kitab Mulakhash qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyah, karya Fuad Nikma, sang pakar bahasa Arab berkebangsaan Mesir.
[irp]
Kelebihan buku Panduan Lengkap Belajar Bahasa Arab Otodidak
Walaupun bahasa arab memiliki perbedaan dengan bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia, tapi persamaannya pun terhitung banyak. Persamaan inilah yang hampir tidak dibahas dalam buku lain.
Dalam buku ini, selain arti leksikal, bukan hanya istilah tata bahasa arab (nahwu) saja yang disebutkan, tapi istilah dalam gramatika Indonesia pun turut disandingkan di setiap pembahasan.
Sebagai contoh, dalam pembahasan istilah fi’il dalam bahasa Arab, disebutkan arti leksikalnya, yaitu “pekerjaan”, lalu disebutkan pula dalam istilah gramatika Indonesia sebagai “kata kerja”; dan seterusnya dalam setiap pembahasan lain.
Hal seperti inilah yang jarang sekali ditemukan dalam buku-buku Nahwu. Padahal, hal yang demikian akan sangat membantu dan sangat menunjang pemahaman si pelajar. Ada ungkapan yang menyatakan:
“Dengan menggunakan persamaan, suatu pembahasan menjadi jelas.”
Tidak berhenti di situ, jika kita tidak menemukan dalam kitab Jurumiah dan ‘Imrithi mengenai bab yang ada dalam kitab al-Fiyah ibnu Malik, berbeda halnya dengan buku ini yang mencakup pembahasan sebagaimana kandungan bab dalam kitab al-Fiyah ibnu Malik.
Misalkan saja beberapa bab uslub (pola kalimat) dalam ilmu nahwu:
1. Pola kalimat pujian (Uslub Madh) dan celaan (dzamm);
2. Pola kalimat takjub (Uslub Ta’ajjub);
3. Polan kalimat pengkhususan (Uslub Ikhtishash);
4. Pola kalimat bujukan dan peringatan (Uslub Ighra` dan Tahdzir);
5. Pola kalimat permohonan (Uslub Istighatsah);
dan sebagainya.
Karena kitab Jurumiyah dan ‘Imrithi terhitung sebagai pegangan bagi tingkat pemula, pembahasan bab di atas memang tidak terdapat di kedua kitab tersebut, hanya ada di kitab al-Fiyah ibnu Malik. Kemudian buku ini pun ikut serta membahasnya, bahkan penjelasannya sangat gamblang dan mudah dipahami.
Salam Literasi Indonesia.
[irp]