Kelahiran
Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Mari al-Hizami al-Haurani asy-Syafi‘i, dengan gelar al-Imam al-Hafizh al-Auhad al-Qudwah, Syaikhul Islam, Alamul Auliya`, seorang ulama yang mengarang sekian banyak kitab.
Beliau lahir pada bulan Muharram tahun 631 H di desa Nawa, Suriah. Datang ke Damaskus pada tahun 649 H, kemudian tinggal di Rawahiah untuk belajar.
Beliau berhasil menghafal kitab at-Tanbîh hanya dalam waktu empat bulan setengah, kemudian menghapal di luar kepala seperempat kitab al-Muhadzdzab di hadapan guru beliau, Ishaq bin Ahmad, pada sisa bulan-bulan berikutnya.
Selanjutnya beliau menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, dan kemudian tinggal di Madinah selama sebulan. Ketika pulang, beliau menderita sakit dalam perjalanan.
Abu al-Hasan bin al-Atthar menyebutkan, Syekh Muhyiddin setiap harinya membacakan 12 materi pelajaran di hadapan para guru beliau, baik dalam bentuk syarah (penjelasan) atau tashhih (koreksian).
Imam an-Nawawi pernah bercerita, “Aku selalu memberikan catatan atas semua yang berkaitan dengan pelajaran yang aku kaji, berkenaan dengan penjelasan mengenai hal-hal yang muyskil (sulit; kompleks), memperjelas ungkapan, dan mengalisis aspek kebahasaan. Allah memberikan keberkahan terhadap waktu yang aku miliki.”
Ia juga pernah mempelajari kitab al-Qanun karangan Ibnu Sina. Ia berkata, “Aku terpikirkan untuk menyibukkan diri belajar ilmu kedokteran. Aku membeli Kitâb al-Qânûn. Tetapi ketika aku membacanya, hatiku pun menjadi gelap. Selama herhari-hari aku tidak bisa beraktivitas apa-apa sehingga kuhentikan kajian kitab ini dan akhirnya aku pun menjualnya. Sesudah itu hatiku bersinar kembali.”
Kepribadian Beliau
Ibnu al-‘Atthar adalah seseorang yang menulis sejarah hidup Syaikhul Imam an-Nawawi dalam enam buku. Ia pernah berkata mengenai kepribadian dan sifat Imam an-Nawawi yang menonjol.
Ibnu al-‘Atthar berkata, “Beliau senantiasa melakukan mujahadah, berjihad melawan nafsu, selalu bersikap wara’, murâqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah) serta membersihkan jiwa dari berbagai noda dan membuangnya jauh-jauh. Beliau adalah seorang hafiz dalam bidang hadis dengan segala disiplin ilmu yang berkaitan dengannya, para perawi (rijâl) hadis serta mengenai shahîh tidaknya suatu hadis. Beliau adalah seorang pakar dalam mazhab Syafi‘i.”
Imam an-Nawawi pernah diprotes oleh Ar-Rasyid bin al-Mu‘allim karena gaya hidupnya yang terlalu sederhana, baik dalam urusan makan, pakaian, dan segala keadaan yang dialaminya. Ar-Rasyid bin al-Mu‘allim khawatir gurunya terserang suatu penyakit.
Terkait hal itu, Imam an-Nawawi berkata, “Sesungguhnya si fulan selalu berpuasa dan beribadah kepada Allah sehingga kulitnya menjadi hijau. Ia menolak untuk makan buah-buahan dan ketimun. Alasannya, ‘Aku khawatir jika jasadku menjadi basah sehingga mengantuk dan tidur.’ Ia sudah biasa makan sekali sehari semalam dan minum sekali ketika sahur.’”
Beliau biasa menentang para raja dan orang-orang zalim, mengirim surat kepada mereka, dan menakut-nakuti mereka akan siksa Allah swt. Beberapa kali Raja azh-Zhahir membawanya ke meja peradilan. Dikisahkan bahwa azh-Zhahir berkata mengenai beliau, ‘Aku takut kepadanya.
Guru-guru Beliau
Syaikhul Islam Imam an-Nawawi belajar dari ar-Ridha bin al-Burhan, Syaikhusy Syuyukh (Gurunya Para Guru) Abdul Aziz bin Muhammad al-Anshari, Zainuddin bin Abdud-Da’im, Imaduddin Abdul Karim bin al-Hasratani, Zainuddin bin Khalid bin Yusuf, Taqiyuddin bin Abi al-Yasar, Jamaluddin bin ash-Shairafi, dan Syamsuddin bin Abi Umar serta ulama lainnya sekaliber mereka.
Beliau juga berguru (kepada para guru) al-Kutub as-Sittah, al-Musnad, al-Muwaththa`, Syarh as-Sunnah karangan al-Baghawi, Sunan ad-Dâruquthnî dan masih banyak lagi kitab yang lainnya. Beliau juga belajar kitab al-Kamâl karangan al-Hafizh Abdul Ghani kepada az-Zain Khalid, dan mensyarah hadis-hadis dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di hadapan al-Muhaddits (Pakar Hadis) Abu Ishaq Ibrahim bin Isa al-Muradi.
Beliau belajar ilmu ushul kepada al-Qadhi At-Tiflisi serta berlajar fikih kepada al-Kamal Ishaq al-Maghribi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh, Izzuddin Umar bin Sa‘d al-Irbili, al-Kamal Salar al-Irbili, serta belajar nahwu kepada Syekh Ahmad al-Mishri dan lainnya. Beliau juga belajar kepada Ibnu Malik salah satu kitab yang dikarangnya.
Murid-murid Beliau
Selama masa hidupnya, Imam an-Nawawi Beliau menyibukkan diri dengan mengarang dan menyebarkan ilmu, beribadah, wirid, puasa, zikir, tabah di dalam menghadapi kehidupan yang keras dalam hal sandang maupun pangan. Pakaiannya terbuat dari kain mori, sedangkan serbannya berupa kain kasar kecil.
Dari beliau lahir sejumlah ulama terkenal, di antaranya al-Khathib Shadruddin Sulaiman al-Ja‘fari, Syihabuddin Ahmad bin Ja‘wan, Syihabuddin al-Arbadi dan Ala`uddin bin al-‘Atthar. Sedangkan ulama yang berguru hadis kepada beliau adalah Ibnu Abi al-Fath, al-Mizzi dan Ibnu al-‘Atthar.
Ibnu al-‘Atthar berkata, “Syekh kami (Imam an-Nawawi) rahimahullâh menceritakan kepada kami bahwa beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktu sedikit pun, baik di waktu malam maupun siang, kecuali untuk kesibukan (mengajarkan ilmu), bahkan di jalanan sekalipun. Beliau menekuni hal ini selama enam tahun, sampai akhirnya mulai mengarang, memberi ilmu, nasihat serta menjelaskan perkara yang hak.”
Karya-karya Beliau
Di antara kitab-kitab karangan Imam an-Nawawi adalah Syarh Shahîh Muslim, Riyâdhush-Shâlihîn, al-Adzkâr, al-Arba‘în, al-Irsyâd (dalam bidang ilmu hadis).
Beliau juga menulis at-Taqrîb (ringkasan), Kitâb al-Mubhamât, Tahrîr al-Alfâzh lit-Tanbîh, al-‘Umdah fî Tashhîh at-Tanbîh, al-Îdhâh (mengenai manasik dalam satu jilid, di samping tiga kitab manasik lainnya).
Kitab-kitab beliau yang lain adalah at-Tibyân fî Âdâb Hamalat al-Qur‘ân, al-Fatâwâ (kumpulan fatwa beliau), ar-Rawdhah (empat kitab tebal), Syarh al-Muhadzdzab (empat jilid, sampai bab al-musharrâh), syarah terhadap beberapa bagian dari Shahih al-Bukhârî dan juga dari al-Wasîth.
Imam an-Nawawi juga menulis beberapa masalah hukum, sekian banyak kitab mengenai nama-nama dan bahasa, beberapa tulisan mengenai tingkatan para ahli fikih, serta tahqiq (verifikasi) mengenai masalah fikih sampai bab shalatnya musafir.
Wafat
Beliau mengunjungi Baitul Maqdis dan kembali ke Nawa. Beliau sakit di sisi ayahnya sampai kemudian meninggal pada tanggal 24 Rajab tahun 676 H. Semoga Allah swt. merahmati Syaikhul Islam Imam an-Nawawi. Amin.
Salam Literasi Indonesia.