Tiga Kunci Utama Mewujudkan Keluarga Samawa

Membangun keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah (Samawa) menjadi dambaan setiap orang. Namun, trauma akan pernikahan akibat stigma buruk, membuat sebagian orang memutuskan untuk tidak menikah. Akan tetapi, ini bukan sepenuhnya salah mereka. Sebab, bisa saja apa yang mereka saksikan sehari-hari bukanlah cerminan keluarga yang dikehendaki oleh Islam. Syekh Qardhawi mengatakan,

Makna Keluarga Harmonis

الْأُسْرَةُ الصَّالِحَةُ هِيَ الّتِى تَقُوْمُ عَلَى الزَّوَاجِ الْمُسْتَقِرّ الَّذِي يُثْمِرُ التَّآلُفَ وَالْمَوَدَّةَ وَهُوَ هَدْفٌ مِنْ أهْدَاف الْحَيَاةِ الْإَسْلَامِيَّةِ الطَّيِّبَةِ وَهُوَ عُنْصُرٌ أسَاسِيٌّ لِاسْتِقْرَارِ حَيَاةِ الْأَفْرَادِ وَالْأُسْرِ وَالْجَمَاعَاتِ

Keluarga harmonis adalah keluarga yang didirikan atas dasar kelanggengan yang akan menghasilkan rasa cinta dan kasih. Inilah satu di antara tujuan kehidupan islami yang baik, sekaligus menjadi dasar keharmonisan kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat luas.”[1]

Artinya, psikologis (cinta dan kasih) kedua pasangan menjadi dasar penting dalam membangun keluarga. Menurut penelitian terbaru, selain hubungan orang tua dan anak, hubungan kedua orang tua juga memberikan pengaruh terhadap emosi, karakteristik, dan kognitif anak.[2] Sehingga, membangun keluarga yang samawa memiliki andil besar bagi buah hati kita. Syekh Qardhawi menjelaskan tentang tugas ayah dan ibu untuk anaknya,

لِهَذَا أَصَرِّ الْإِسْلَامُ وَأَصَّرَتْ الْأدْيَانُ كُلُّهَا أنْ يُوْلَدَ الْأطْ فَالُ فِي ظِلِّ أسْرَةٍ طَبِيْعِيَّةٍ شَرْعِيّةٍ: فِي حَضَاَنةِ أَبٍ رَاعٍ مَسْؤُوْلٍ وَأًمٍّ رَؤُوْمٍ حَانِيَةٍ مَسْؤُوْلَهُ أَيْضًا

“Atas dasar inilah, Islam dan semua agama lainnya mengharuskan anak-anak dilahirkan di bawah naungan keluarga yang harmonis dan sesuai ajaran agama. Ia berada dalam pengasuhan ayah berjiwa pemimpin yang bertanggung jawab dan seorang ibu penyayang sekaligus membantu tanggung jawab ayahnya.”[3]

3 Kunci Utama Keluarga Samawa

Dalam buku al-Hâyah az-Zaujiyah (Kehidupan Rumah Tangga) ini, Syekh Rasyid Ridha menghadirkan tiga kunci utama agar keluarga kita menjadi keluarga samawa. Pertama, memastikan kedua pasangan menerima (qana’ah) atas segala hal yang menjadi kepemilikan. Mulai dari kelebihan sampai kekurangannya. Keduanya saling melengkapi dan membantu sama lain dalam suka ataupun duka.

Kedua, menularkan kebahagiaan keluarga kecil mereka pada sekitarnya. Mulai dari keluarga besar masing-masing pasangan sampai tetangga. Sebab, kemakmuran sebuah negara bermula dari rukunnya keluarga kecil yang tinggal di sana. Sehingga, ketika keluarga kecil ini berhasil bahagia dan menyebarkannya ke sekitar, suasana lingkungan rumah akan harmonis dan memperkecil kemungkinan tersulutnya api permusuhan.

Ketiga, menurunkan cinta dan kasih sayang kepada buah hati. Merekalah penerus bangsa. Ketika mereka tidak mendapatkan contoh bagaimana keluarga yang harmonis dan tidak mendapatkan perhatian sekaligus pendidikan yang baik, perjuangan seluruh elemen masyarakat tidak bisa berdampak apa-apa. Sebab, generasi penerusnya tidak memiliki gambaran apa pun perihal membangun keluarga yang samawa.

Keunikan

Turos Pustaka sadar, semua kerumitan zaman sekarang tidak bisa terjawab dengan mudah oleh buku-buku yang telah tertulis puluhan tahun yang lalu. Ada beberapa yang memang memerlukan sudut pandang baru agar sesuai konteks zamannya. Oleh karena itu, buku kecil di hadapan Anda ini kami lengkapi dengan 30 tanya jawab kekinian seputar pernikahan.

Berisi pertanyaan-pertanyaan yang sering berkeliaran di media sosial kita. Misalnya, bagaimana hukum childfree? Apakah bapak rumah tangga diperbolehkan dalam Islam? Apakah orang tua boleh memaksa putrinya menikah? Dan, apakah orang tua bisa menjadi durhaka kepada anaknya? Semua pertanyaan ini terjawab dengan menukil lebih dari 40 kitab ulama salaf.


[1] Yusuf al-Qardhawi, al-Usrah ka Mâ Yurîduhâ al-Islâm. tp., tt., hlm. 10.
[2] Lin X, He T, Heath M, Chi P, Hinshaw S., A Systematic Review of Multiple Family Factors Associated with Oppositional Defiant Disorder. Int J Environ Res Public Health. 2022 Aug 31;19(17):10866. doi: 10.3390/ijerph191710866. PMID: 36078582; PMCID: PMC9517877.
[3] Yusuf al-Qardhawi, al-Usrah ka Mâ Yurîduhâ al-Islâm. tp., tt., hlm. 43—44.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *