nikah

Waspadalah! Ini 3 Kesulitan yang Bisa Menimpa Seseorang yang Menikah menurut Imam al-Ghazali

Pernikahan merupakan upaya untuk merawat agama dan melemahkan tipu-daya setan. Pernikahan adalah benteng kokoh para hamba dalam menghadapi musuh Allah.

Pernikahan juga salah satu cara untuk memperbanyak jumlah umat Islam. Di akhirat kelak Rasulullah saw. akan membanggakan hal tersebut di hadapan para nabi.

Pernikahan memang memiliki posisi yang mulia dalam Islam, tapi ia juga memiliki banyak rintangan. Imam al-Ghazali mencatat setidaknya akan ada 3 kesulitan yang bisa menimpa seseorang yang menikah. Apa saja?

[irp posts=”13634″ name=”Motivasi untuk Melaksanakan dan Menjauhi Pernikahan menurut Imam al-Ghazali”]

1. Mencari Nafkah yang Halal

Mencari Nafkah yang Halal

Kesulitan pertama ini merupakan yang paling sulit dari ketiganya, yaitu soal sulitnya mencari nafkah yang halal. Mencari pekerjaan tidak mudah bagi semua orang, apalagi pada saat banyak terjadi krisis ekonomi.

Menikah bisa menjadi faktor yang menyebabkan semakin meluasnya usaha untuk mendapatkan nafkah melalui jalan yang haram, dan hal ini justru dapat mencelakakan diri dan keluarga.

Orang yang membujang bisa aman dari hal ini. Umumnya orang yang menikah, mereka turut serta pada usaha-usaha yang buruk karena ia mengikuti hawa nafsu sang istri, hingga akhirnya ia menjual akhirat untuk kepentingan dunia.

Seorang ulama salaf pernah berkata, “Jika Allah menghendaki keburukan pada seorang hamba, maka Allah akan menimpakan kepadanya taring-taring yang menggigitnya.” Maksudnya adalah keluarganya. Rasulullah saw. bersabda,

“Seseorang tidak akan bertemu Allah dengan suatu dosa yang lebih besar dari kebodohan keluarganya.” (HR. Abu Manshur)

Ini merupakan tantangan, dan hanya sedikit orang yang dapat lolos dari tantangan ini. Mereka adalah orang yang memiliki harta warisan keluarganya, atau ia melakukan pekerjaan halal yang mencukupi diri dan keluarganya serta memiliki rasa qana’ah (merasa cukup) yang dapat menghalangi dirinya dari mendapatkan mencari harta riba. Demikian ini dapat menyelamatkan mereka dari malapetaka.

[irp posts=”13677″ name=”Catat Baik-baik! Ini 5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali”]

2. Tidak mampu memenuhi hak-hak para istri dan tidak mampu bersabar atas akhlak mereka.

Tidak mampu memenuhi hak-hak para istri dan tidak mampu bersabar atas akhlak mereka

Ada kemungkinan seorang lelaki akan disakiti oleh mereka. Ini berbeda dengan kesulitan pertama dari sisi umumnya kejadian karena kemampuan untuk mengatasi hal ini lebih ringan daripada mengatasi kesulitan pertama.

Memperhalus sikap terhadap istri dan memenuhi hak-haknya lebih mudah daripada mencari yang halal. Akan tetapi, dalam hal ini juga terdapat bahaya karena suami adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya.

Rasulullah saw. bersabda,
“Seseorang sudah dikatakan berdosa ketika ia mengabaikan hak-hak orang yang menjadi tanggungannya.”

Orang yang melarikan diri dari tuntutan keluarganya sama derajatnya dengan seorang budak yang melarikan diri, Allah tidak menerima shalat dan puasanya hingga ia kembali kepada mereka. Barang siapa yang tidak mampu memenuhi hak-hak keluarganya, walaupun ia ada di tengah-tengah mereka, maka ia sama kedudukannya dengan budak yang melarikan diri.

Yang sering terjadi yaitu lelaki itu bodoh, kasar, egois, sembrono dan berakhlak buruk, tidak mengindahkan suatu tuntutan dengan penuh perhatian. Dengan keadaan seperti ini jelaslah menambah kerumitan dalam berumah tangga, dan kerusakan itu dapat dipastikan. Maka untuk orang seperti ini, tidak menikah adalah lebih baik.

[irp posts=”7673″ name=”Mana yang Lebih Utama menurut Imam al-Ghazali, Ilmu atau Ibadah?”]

3. Melalaikan Allah swt. dan menjerumuskannya mencari dunia.

Melalaikan Allah swt. dan menjerumuskannya mencari dunia

Kesulitan ini lebih mudah daripada kesulitan pertama dan kedua, yaitu keberadaan istri dan anak yang menjadikan seseorang sibuk hingga melalaikan Allah swt. dan menjerumuskannya mencari dunia.

Ia mengatur keuangannya sebisa mungkin guna memberi nafkah keluarganya, dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya menabung demi mereka, mencari kemewahan dan kebanggaan demi mereka. Dan sesuatu yang menyebabkan lalai kepada Allah, berupa istri, harta dan anak maka itu merupakan kesialan bagi siapa pun yang melakukannya.

Yang dimaksud di sini bukanlah bahwa kesulitan ini mengajak kepada perkara yang dilarang karena yang demikian masih termasuk bencana pertama dan kedua, tetapi bahwa hal itu akan menggiring seseorang bersenang-senang dengan yang mubah, berlebihan memanjakan istrinya, ingin selalu bercengkerama dan bersenang-senang dengan mereka, hingga hidupnya dipenuhi berbagai kesibukan, akhirnya hatinya terfokus kepada dunia.

Tidak ada waktu yang tersisa siang dan malam untuk sekadar bertafakur tentang kehidupan akhirat juga mempersiapkan diri untuknya.

Oleh karena itu Ibrahim bin Adham berkata, “Barang siapa yang terbiasa mengikuti wanita maka ia tidak bisa mendatangkan suatu apa pun darinya.”

Ketentuan ini berpulang pada masing-masing individu untuk menetapkan mana yang lebih baik baginya, apakah menikah atau membujang. Semuanya mutlak kembali ke tiap-tiap orang untuk memperhatikan perkara-perkara ini. Semua manfaat dan mudaratnya harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan perenungan.

Salam Literasi Indonesia.

[irp]

Waspadalah! Ini 3 Kesulitan yang Bisa Menimpa Seseorang yang Menikah menurut Imam al-Ghazali Read More »

Catat Baik-baik! Ini 5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Oleh karena itu, ia harus dipikirkan matang-matang. Namun, tak jarang karena terlalu banyak berpikir, seseorang tak kunjung mengajak kekasih hatinya ke pelaminan.

Umumnya keraguan yang muncul untuk tidak segera menikah ini disebabkan oleh perasaan khawatir yang berlebih. Entah itu karena masalah perekonomian, pihak keluarga calon pasangan, usia yang dirasa belum matang, maupun hal lainnya.

Padahal dengan menikah, kita akan mendapatkan banyak keuntungan. Menurut Imam al-Ghazali, menikah bisa mendatangkan lima keuntungan. Apa saja?

[irp]

1. Mendapatkan Anak

5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Ini adalah manfaat sekaligus tujuan utama dari pernikahan, yaitu melanggengkan keturunan sehingga alam semesta tidak pernah kosong dari makhluk yang bernama manusia.

Untuk itu, Allah menciptakan syahwat pada diri manusia, yang disimbolkan dengan keluarnya benih dari laki-laki, sedangkan perempuan bertugas mengelola benih yang telah ditabur di ladang itu.

Inilah bentuk kasih sayang Allah yang ditunjukkan kepada keduanya dalam mengatur tatanan kehidupan, dengan memperanak-pinakkan mereka melalui hubungan intim, sebagaimana kasih sayang-Nya terhadap burung ketika terbang mencari biji-bijian untuk dibawa ke sarangnya.

Kekuasaan Allah yang tanpa batas dalam menciptakan manusia itu pada dasarnya tidak terbatas oleh proses perkawinan saja, bahkan tanpa proses tersebut Allah swt. mampu menciptakan makhluk apapun. Akan tetapi, dengan hikmah kebijaksanaan Allah telah menjadikan segala sesuatu harus berdasarkan pada prinsip sebab akibat.

2. Membentengi diri dari godaan setan.

5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Menghilangkan kecemasan, membentengi diri dari bahaya-bahaya syahwat dan menjaga kehormatan merupakan keuntungan lain yang bisa didapat karena menikah—sebagaimana sabda Nabi saw sebelumnya, “Barang siapa yang menikah maka sesungguhnya ia telah membentengi setengah agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah bagian lainnya.”

Dalam sabda beliau yang lain, “Hendaklah kalian mencari kebutuhan hidup, bagi siapa yang tidak bisa maka hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa baginya dapat meredakan gejolak syahwat.”

Banyak atsar dari shahabat yang sudah disampaikan sebelumnya mengisyaratkan pemahaman ini. Posisi syahwat sebagai bagian dari proses mendapat anak sudah jelas. Dengan demikian, pernikahan mencukupkan seseorang pada kesibukan amalnya, mendorongnya memiliki anak, dan menghindarkan dirinya dari kejahatan jiwanya.

Namun, tidak bisa disamakan antara orang yang memenuhi perintah Tuhannya dalam rangka mendapatkan ridha-Nya, dengan orang yang memenuhi perintah Tuhannya agar terhindar dari malapetaka.

3. Sebagai hiburan dan kedamaian bagi jiwa.

5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Bercengkerama (dengan istri), memandang dan bermesraan, sangat perlu dilakukan untuk menyejukkan hati dan menguatkan diri dalam beribadah karena jiwa akan merasakan kejenuhan. Nafsu selalu memberontak terhadap kebenaran.

Seandainya nafsu dibebani untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai karena bertentangan dengannya, maka jiwa seseorang akan statis dan tidak bergerak. Jika jiwa diberi kelezatan-kelezatan pada waktu-waktu tertentu, manusia akan menjadi kuat dan semangat.

Beramah-tamah dengan wanita merupakan hiburan yang dapat menghilangkan kesengsaraan dan menyejukkan hati, maka sudah sepatutnya jiwa orang-orang yang bertakwa mendapat berbagai macam hiburan yang dibolehkan.

Oleh karena itu Allah swt. berfirman,
“Agar dia merasa senang kepadanya.” (QS. al-A’râf [7]: 189)

[irp]

4. Memfokuskan hati untuk mengurus rumah tangga.

5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Menyibukkan diri dengan memasak, menyapu, menata perabot, membersihkan perkakas dan lain-lain untuk mengurus kehidupan sehari-hari.

Jika seseorang tidak memiliki syahwat bersetubuh, ia akan kesulitan mengurus rumahnya sendirian. Jika ia disibukkan oleh semua urusan rumahnya, waktunya akan habis, sehingga tidak ada waktu lagi untuk mencari ilmu dan beramal.

Wanita salehah adalah wanita yang bisa mengurus semua urusan rumah tangga ini—dengan cara ini berarti ia telah membantu agama. Di sela-sela kesibukannya, wanita juga dapat melakukan kesibukan-kesibukan yang mengistirahatkan hati dari penat.

Oleh karena itu, Abu Sulaiman ad-Darani rha. berkata, “Istri yang salihah bukanlah bagian dunia ini, melainkan ia yang memfokuskanmu kepada akhirat. Sedangkan fokus dirinya adalah membina rumah tangga dan sebagai pelampiasan syahwat suaminya.”

5. Melawan hawa nafsu.

5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali

Melatih diri agar bisa memimpin dan memenuhi hak-hak keluarga; bersabar menghadapi tingkah mereka, menahan derita dari keburukan yang mereka lakukan, berupaya membina mereka, serta membimbing mereka kepada jalan agama, bersusah payah mencari penghidupan yang halal dan mendidik anak-anak, semua ini merupakan perilaku yang mulia.

Karena hal itu masuk dalam bidang kepemimpinan—yang dipimpin dalam hal ini ialah istri dan anak, sedang memimpin merupakan pekerjaan mulia. Yang perlu diwaspadai adalah kekhawatiran atas ketidaksanggupan memenuhi hak-hak mereka. Rasulullah saw. bersabda,

“Satu hari yang dilalui pemimpin adil, lebih baik dari pada ibadah selama tujuh puluh tahun.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

[irp posts=”13634″ name=”Motivasi untuk Melaksanakan dan Menjauhi Pernikahan menurut Imam al-Ghazali”]

Demikianlah manfaat-manfaat menikah menurut Imam al-Ghazali beserta aspek-aspek kelebihannya.

Salam Literasi Indonesia.

Catat Baik-baik! Ini 5 Keuntungan Menikah menurut Imam al-Ghazali Read More »

Motivasi untuk Melaksanakan dan Menjauhi Pernikahan menurut Imam al-Ghazali

Motivasi untuk Melaksanakan dan Menjauhi Pernikahan menurut Imam al-Ghazali

Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat tentang keutamaan menikah. Sebagian berpendapat menikah lebih baik dari hidup melajang untuk beribadah kepada Allah. Ulama lainnya menyetujui keutamaan menikah, tetapi melajang untuk beribadah kepada Allah lebih utama daripada menikah.

Seseorang yang berkeinginan untuk menikah, tetapi tidak melakukannya akan membuat hidupnya tidak nyaman karena ia tidak dapat menyalurkan hasrat seksualnya. Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa lebih baik tidak menikah, terutama di zaman kita ini.

Pada zaman dahulu, pernikahan memang memiliki banyak sisi positif. Sebab, saat itu belum ada pekerjaan yang sifatnya haram, moral perempuan zaman itu juga tidak serendah sekarang. Sebagaimana tercantum dalam cerita orang terdahulu, serta banyak riwayat yang membahas motivasi seseorang untuk menikah, juga aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh orang yang menikah. Dapat disimpulkan bahwa pada masa lalu menikah memang penting.

Selanjutnya kita akan membahas sisi positif dan negatif pernikahan, agar menjadi jelas faedah menikah dan tidak menikah sehingga bisa menjadi pilihan bagi siapa saja yang berusaha melepaskan diri dari keburukan yang mungkin muncul terkait kedua pilihan itu.

[irp]

Motivasi untuk Menikah

Motivasi untuk Menikah

Berikut ayat-ayat yang memotivasi dilakukannya pernikahan, yaitu firman Allah swt.,
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu.” (QS. an-Nûr [24]: 32)

—ini adalah perintah untuk menikah.

“Janganlah kau menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya.” (QS. al-Baqarah [2]: 232)

—ini adalah larangan menghalangi orang yang hendak menikah.

“Dan sungguh Kami mengutus rasul-rasul sebelum kamu dan Kami mengaruniakan mereka istri-istri beserta keturunan.” (QS. ar-Ra’d [13]: 38)

Allah swt. menyampaikan firman-Nya saat menceritakan kehidupan para Rasul dan memuji perilaku mereka, dalam rangka mengingatkan tentang pemberian karunia dan kebaikan Allah kepada mereka.

Diceritakan bahwa Nabi Yahya as. telah menikah, tetapi ia belum melakukan hubungan suami-istri. Ada juga yang mengatakan bahwa itu dilakukannya demi meraih keutamaan dan mengamalkan kebaikan. Ada juga riwayat lain mengatakan bahwa beliau menikah semata-mata untuk menahan pandangan.

Adapun motivasi yang bersumber dari cerita Nabi saw.,

Rasulullah saw. bersabda,

“Menikah adalah sunahku. Maka barang siapa tidak suka dengan sunahku, berarti ia membenciku.”
Nabi saw. bersabda,

“Barang siapa menikah, ia telah mendapatkan setengah dari agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengahnya yang lain.” (HR. Ibnu al-Jauzi)

Ini merupakan isyarat bahwa kelebihan menikah yakni dalam rangka mendapat keutuhan beragama dengan membentengi diri dari mara bahaya, karena yang banyak mencederai keberagamaan seseorang adalah hasrat kemaluan dan perutnya. Dengan menikah, seseorang telah mencukupi kebutuhan salah satu dari dua hal itu.

[irp]

Motivasi untuk Menjauhi Pernikahan

Motivasi untuk Menjauhi Pernikahan

Mengenai kekhawatiran yang muncul terkait pernikahan, Rasulullah saw. pernah bersabda,

“Sebaik-baik manusia setelah dua ratus (tahun dari sekarang—penj.) adalah yang (bebannya) ringan, yang terputus—tidak memiliki keluarga, dan tidak pula memiliki anak.” (HR. Abu Ya’la dan al-Khitabi)

Abu Sulaiman ad-Darani pernah ditanya soal menikah, dan dia menjawab, “Menahan diri tidak menikah lebih baik daripada bersabar atas apa yang terjadi setelah menikah. Dan bersabar setelah menikah lebih baik dari menahan diri dalam menghindari api neraka.”

Ia juga pernah berkata, “Orang yang membujang akan mendapatkan manisnya ibadah juga ketenangan hati yang tidak didapati oleh orang yang beristri.”

Inti yang bisa diambil dari paparan di atas ialah, tidak ada nukilan hadis dari seorang pun yang menganjurkan untuk tidak menikah secara mutlak, kecuali anjuran itu disertai suatu alasan.

Sedangkan motivasi atau anjuran untuk menikah, jelas selalu bersifat mutlak dan terkadang disertakan pula dengan suatu alasan. Tugas kita yaitu menyingkap dan menelusuri sisi positif dan negatif pernikahan beserta manfaat-manfaatnya.

Salam Literasi Indonesia.

[irp]

Motivasi untuk Melaksanakan dan Menjauhi Pernikahan menurut Imam al-Ghazali Read More »